Kilas 2022: Tentang kursus C1 dan tentang kegiatan ini dan itu

Hampir akhir tahun dan sepanjang tahun 2022 tidak ada satu pun tulisan yang saya posting di sini. Dulu saya pikir, ketika saya hidup di Berlin, saya akan rajin menulis blog. Ternyata saya salah. Saya tidak kenal baik dengan diri saya yang rupanya pemalas untuk urusan menulis. Saya sudah termanjakan dengan Instagram, terutama dengan fitur Instagram Story-nya. Padahal menulis blog memiliki keasikannya tersendiri. Oh, hampir saya lupa. Di tahun 2022 saya melahirkan laman web untuk saya berbagi tentang rekomendasi buku-buku anak. Jadi lumayan lah ya, tidak absen total. Hahaha, pembenaran!

Blog memang sudah ditinggalkan banyak orang. Saya pun juga hampir tidak menyentuh rumah saya yang satu ini. Namun blog selalu memiliki tempat di hati. Blog adalah catatan harian (tidak pas rasanya disebut harian atau mingguan atau bulanan, soalnya seringnya jadi cuma tahunan). Saya ulangi, blog adalah catatan sewaktu-waktu, tempat saya berbagi cerita, sekaligus tempat saya berefleksi. Sesekali, saya membaca blog seperti saya membaca diary saya. Sebagai pintu untuk saya mengunjungi saya di masa lalu. Seru mengetahui bahwa saya memiliki pengalaman yang berwarna. Saya senang melihat perjalanan diri saya dari waktu ke waktu, untuk lebih bersyukur dan untuk menyusun rencana ke depannya.

Lalu mengapa menulis blog dan tidak menulis diary saja? Seperti halnya di media sosial, ada bagian diri yang membutuhkan aktualisasi dan saya suka berbagi. Kadang mungkin tulisan-tulisan di sini tidak berguna untuk orang lain, tapi kan tidak ada paksaan orang lain membacanya ya. Hahaha. Dan dengan perspektif lain, dengan blog saya justru menyediakan ruang untuk mereka yang ingin tahu kehidupan saya tanpa mereka perlu repot-repot menanyakan. Hihihi.

Di 2022 ini ada banyak hal menarik yang ingin saya bagi: tentang kursus bahasa Jerman level C1, tentang kegiatan saya kerja volunteer di salah satu proyek sosial di HWG e.V, tentang volunteer di Oxfam, tentang kembali bekerja dan tentang kembali tidak bekerja.

Tentang kursus bahasa Jerman level C1

Tahun lalu saya menulis bagaimana saya sedang senang-senangnya belajar bahasa Jerman level B2 di sini. Belajar di level itu berlangsung dari Senin hingga Jumat, pagi hingga siang, selama hampir satu semester yang diakhiri dengan ujian yang berjalan mulus. Hasilnya pun lumayan bagus. Ujiannya cukup sulit, namun saya cukup yakin jika saya lulus. Hahaha, sombong!

Selang beberapa bulan setelah memiliki sertifikat B2, saya pun lanjut belajar bahasa Jerman level C1. Nanggung, demikian pikir saya saat itu. Mumpung masih semangat belajar dan belum percaya diri untuk bekerja hanya dengan kemampuan level B2. Dengan penjelasan demikian, Agentur für Arbeit pun mendukung saya. Gratis lagi deh biayanya untuk kursus C1. Hore! 

Seperti halnya B2, level C1 juga memakan waktu hampir satu semester. Susahnya bukan main, gurunya dua, yang satu terlalu baik hati namun penuh ketidakpastian, yang satunya lagi tegas banget dan membuat suasana belajar jadi tegang sekaligus menantang. Teman-temannya? Penuh intrik dan drama. Kompetitif banget. Hahaha. Saya yang biasanya aktif, undur diri pelan-pelan, kalah dominan. Namun demikian, tema-tema yang dipelajari lebih menarik dari ketika di B2. Isu lingkungan dan keberlanjutan menjadi tema yang sering kami pelajari. Gegara belajar di C1, pilihan-pilihan saya untuk mengkonsumsi dan untuk belanja jadi berubah. Jadi lebih banyak mikir.

Ujian akhirnya susahnya bukan main. Menuliskannya saat ini membuat saya kembali keringetan, meski saat itu ujian dilakukan ketika musim dingin. Harap saya di hari setelah ujian adalah yang penting lulus, saya tidak peduli berapa nilai yang saya dapatkan. Harapan pun terkabul, saya lulus dengan nilai pas-pasan! Hahaha. Yang penting luluuuussss! Woohooo! Saya gak yakin saya akan lulus lagi jika disuruh mengulang. Ga bisa sombong kali ini. Hahahha. Apakah setelah lulus C1 saya masih berkata nanggung dan ingin melanjutkan C2 (level terakhir)? Tentu tidaaaak! Setelah C1, terutama setelah ujiannya, saya tidak tertarik melanjutkan ke level C2. Setidaknya untuk saat ini. Masih kapok, hahaha.

Hampir ga percaya bisa lulus ujian! Woohoo!

Kegiatan ini

Ada satu kegiatan yang sudah saya ikuti sejak saya masih kursus C1 hingga lulus: saya join Galiläa-Partisipativ Projekt, sebuah proyek sosial yang diadakan salah satu organisasi non-profit, yang bertujuan untuk memberdayakan dan membuat acara-acara seni dan budaya untuk komunitas setempat. Kegiatannya bervariasi. Saya ikut terlibat dalam proyek ini agar tetap bisa belajar bahasa Jerman sehingga lidah tidak kaku sekaligus saya bisa melakukan sesuatu untuk orang lain. 

Pada awal saya bergabung tahun lalu, saya dilibatkan untuk membantu mereka membuat acara untuk anak-anak. Peran saya tidak terlalu besar di acara tersebut, tapi saya senang bisa berkontribusi dan teman-teman di organisasi tersebut terbuka dengan partisipasi saya. 

Organisasi ini juga terbuka dengan ide saya untuk menyelenggarakan Sprachcafe untuk para imigran di waktu siang hari di hari kerja. Sprachcafe pada dasarnya adalah ruang untuk bisa belajar bahasa Jerman dengan metode bercakap-cakap ringan dan santai sambil ditemani minuman teh atau kopi macam di berada di cafe. Kebetulan di dalam organisasi tersebut ada teman yang memang orang Jerman, memiliki waktu dan passion untuk menjadi ‘guru’ di Sprachcafe tersebut. Organisasi juga bisa mendukung untuk menyediakan minuman dan ruangan. Gayung pun bersambut!

Ide Sprachcafe bukan ide baru. Sprachcafe sudah ada dengan bentuk yang bermacam-macam di Jerman. Yang khusus dari Sprachcafe yang saya cetuskan adalah waktunya di hari kerja, sehingga tidak mengganggu jadwal keluarga di akhir pekan, dan ditujukan terutama untuk orang tua ketika anak-anaknya masih sekolah di siang hari.

Kami adakan sekali dalam seminggu. Yang jadi pesertanya? Awalnya ya teman-teman saya. Teman-teman saya sewaktu saya kursus bahasa, teman-teman Indonesia kenalan saya, dan kenalan ibu-ibu orang tua teman Kelana di sekolah. Selanjutnya saya bagikan info ini di grup di Facebook, tempat para imigran atau pendatang di Berlin yang ingin belajar bahasa Jerman dengan metode Sprachcafe. Senang sekali rasanya bisa ‘melahirkan’ kegiatan yang bermanfaat buat banyak orang.

Tempatnya di museum 🙂
Catatan-catatan di Sprachcafe

Kegiatan itu

Sesudah lulus C1, waktu saya semakin banyak lagi. Aktif di Sprachcafe dan terlibat dalam Galiläa Parzitipativ hanya memakan beberapa jam dalam seminggu. Masih tersisa banyak. Saya lagi-lagi mencari info tentang kegiatan lain yang bisa saya lakukan. Ada laman web yang menyediakan info apa saja kerja sosial yang bisa dilakukan. Saya suka membuka laman yang bernama gute.tat untuk lokasi Berlin. Terjemahan gute tat dalam bahasa Indonesia berarti perbuatan baik. Jadi, jika bingung mau berbuat baik apa, bisa ke laman ini. Bisa juga kalo mau transfer uang ke saya untuk jajanin saya. Itu juga baik menurut saya, hihihi.

Ada banyak info kegiatan sosial yang bisa dilakukan. Banyak organisasi sosial yang cukup terbuka untuk mereka yang ingin kerja suka rela. Meski tetap ada prosedur penyaringannya untuk mengenal kemampuan dan motivasinya.

Saya kemudian memilih untuk terlibat di Oxfam. Saya tertarik sekali dengan misi dan kegiatan yang dilakukan oleh Oxfam di Jerman. Salah satunya dengan Oxfam Shop-nya. Mereka menerima sumbangan pakaian, buku, barang-barang, menyaring mana yang masih bagus lalu menjualnya kembali dengan harga terjangkau sebagai second hand item. Lalu hasilnya untuk mengatasi kemiskinan, membantu penyediaan air bersih, dan memberdayakan perempuan. Selain itu mereka juga kritis misalnya dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Dan ternyata Oxfam itu kan organisasi internasional yah (saya aja yang kuper baru tahu belakangan). Di Indonesia kegiatan dan proyek-proyek yang dilakukan Oxfam Indonesia juga bagus-bagus! Sejalan dengan yang dilakukan di mana-mana, tujuannya untuk keadilan ekonomi, keadilan gender dan pemenuhan hak dalam krisis, misalnya di kala bencana.

Yang saya lakukan di Oxfam Shop? Ya layaknya seorang pegawai toko. Bersama beberapa teman volunteer lain, saya mensortir barang-barang donasi, lalu yang bagus diberikan label Oxfam dan harga yang sesuai, lalu melakukan phase in-phase out, yakni mengecek barang yang sudah berada di toko lebih dari tiga minggu diambil dan diganti dengan barang baru. Yang ‘tidak laku’ dikumpulkan lalu disumbangkan lebih lanjut ke tempat yang membutuhkan, misalnya shelter atau organisasi sosial yang mengurus mereka yang tinggal di jalan. Sehingga masa hidup suatu barang bisa panjang, tidak langsung ke pembuangan.

Saya juga berperan sebagai penjaga toko di depan, menolong pelanggan yang mencari barang tertentu. Atau menjadi tempat curhat buat setidaknya dua pelanggan setia yang sering datang ketika saya bertugas jaga, hahaha. Yang juga seru adalah saya menjadi kasir, bertugas di bagian pembayaran sekaligus menjadi ‘corong’ Oxfam untuk mengumpulkan tanda tangan para pelanggan untuk kampanye-kampanye Oxfam. Pada saat saya bergabung di Oxfam, kampanyenya adalah menuntut keadilan pada rantai penyedia bahan makanan atau pakaian. Tanda tangan yang dikumpulkan nanti menjadi petisi supaya kebijakan yang lebih baik dari pemerintah untuk tiap fase rantai. Dari kondisi kerja dan upah yang layak di bagian produsen, transportasi, hingga toko. Aktif di Oxfam ini menyenangkan karena hal baru dan bisa membantu sekaligus menantang karena lagi-lagi semua dilakukan pakai bahasa Jerman. Miskom pun beberapa kali terjadi, hihihi.

Suasana toko
Di sudut-sudutnya dikasih informasi
“Say YES to Second Hand”

Penasaran

Sambil saya berkegiatan ini dan itu, saya penasaran ingin kembali bekerja penuh waktu. Ceritanya di tulisan selanjutnya saja ya. Cerita di sini sudah banyak 😊

virtri
Latest posts by virtri (see all)

One thought on “Kilas 2022: Tentang kursus C1 dan tentang kegiatan ini dan itu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You can use markdown, yes that awesome markdown.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.