Kembali Bekerja dan Kembali Tidak Bekerja

Sementara berkegiatan ini dan itu, saya kembali merapikan CV saya dan mulai mencari-cari kerja penuh waktu lagi. Antara penasaran ingin punya gaji euro supaya bisa jajan es krim (eh) dan saya ingin merasakan kerja di negara yang berbeda. Idealnya saya ingin bekerja yang berdampak baik, bisa membantu orang lain, atau lingkungan. Kerja di NGO atau organisasi non-profit adalah tujuan saya. Saya bekerja tidak ingin hanya membantu perusahaan mengejar sales dan profitnya.

Tahun ini saya baca buku Ikigai. Rahasia hidup bahagia orang Jepang adalah gabungan dari what you love (passion), what the world needs (mission), what you are good at (profession) dan what you can be paid for (vocation). Nah, pas ini semangatnya dalam rangka pencarian kerja saya! Satu sisi semangat, di sisi lain tidak percaya diri. Setelah tidak bekerja selama empat tahun ditambah berada di negara yang berbeda, pikiran saya dipenuhi pertanyaan apakah saya bisa kembali bekerja di sini.

Proses melamar dan wawancara

Mulailah saya mengirimkan lamaran demi lamaran. Tapi kok tidak semudah itu ya. Kriteria yang dibutuhkan untuk berkerja di NGO atau organisasi non-profit adalah mereka yang sudah memiliki pengalaman di role yang sama atau memiliki latar belakang akademis di bidang yang sama. Satu per satu jawaban penolakan mulai saya terima.

Akhirnya CV dan surat lamaran saya berhasil membuat HR salah satu perusahaan sosial (bukan NGO) tertarik memproses lebih jauh. Perusahaannya menarik deh. Tujuannya untuk menjadikan kehidupan bertetangga lebih hangat. Orang-orang dengan hobi yang sama bisa beraktivitas bersama. Jika ada yang perlu tangga atau bor atau peralatan memasak, jika perlu saling meminjam, bisa pinjam ke tetangga tanpa harus membeli yang baru. Menarik ya! Dan ini dilakukan di negara yang terkenal dengan individualitas yang tinggi!

Saya melamar pada saat itu untuk posisi Key Account. Wawancara dengan HR berjalan mulus. Hati saya girang bukan main karena itu adalah pertama kalinya saya diwawacara kerja secara formal dalam bahasa Jerman dan berjalan baik. Sebelumnya ketika saya melamar kerja sukarela pada kegiatan ini dan itu juga dalam bahasa Jerman, tapi kan wawancaranya singkat ya. Jadi pengalaman wawancara yang lebih lama dan lebih formal ini saya kategorikan sebagai pencapaian! Setelahnya saya diwawancara oleh calon bos, yang hasilnya tidak berlanjut. Hiks. Cukup sedih, tapi saya sudah merasa pada saat wawancara sih, ada keahlian yang ditanya yang tidak saya kuasai.

Lalu mereka mempertimbangkan saya untuk posisi lainnya yaitu untuk posisi di Field Sales. Namun saya yang keder. Saya menyatakan mundur dari proses. Hahaha. Konon pekerjaan kan harus yang membuat hati nyaman ya ketika memikirkannya. Nah ini ketika saya membaca tugas-tugas di deskripsi kerjanya dan membayangkan pekerjaannya kok membuat saya mules karena banyak di ‘lapangan’nya. Mundur sepertinya jalan yang tepat.

Tersebutlah kemudian lowongan pekerjaan di sebuah perusahaan relokasi yang deskripsi kerjanya menarik hati saya. Area pekerjaannya cukup baru buat saya, tentang proses imigrasi dan relokasi. Proses seleksinya berlangsung dalam tiga tahap: wawancara dengan HR, tes tulis, dan wawancara terakhir. Saya menjalani prosesnya dengan nyaman karena pekerjaannya menggunakan dua bahasa, inggris dan jerman. Jadi gak kagok-kagok amat lah. Hihihi. Bahkan wawancara akhir saya jalani ketika kami sedang liburan. Saya wawancara di tempat penginapan kami di Wina. Gaya banget lah.

Hore, kembali bekerja!

Berbunga sekali hati saya ketika saya berhasil mendapatkan pekerjaan tersebut. Saya kerja di Expath. Iya, seorang expat kerja di Expath. Meskipun saya sebenarnya lebih suka dengan sebutan imigran dibanding expat. Anyway, dengan bekerja di sini, saya bisa membantu para pendatang/imigran beserta keluarganya yang ingin bekerja dan tinggal di Jerman. Proses pindah ke tempat baru kan tidak mudah ya, terutama jika berhadapan dengan birokrasi yang berbelit dan keterbatasan perbedaan bahasa. Saya pernah berada di sepatu mereka (bener gak ungkapan dalam bahasa Indonesia ini?). Saya tahu rasanya, sehingga jika ada yang membantu, proses pindah akan lebih mudah. Nah, kerjaan saya ya membantu mereka ini.

Pekerjaannya mengasikkan, teman-temannya baik, suasana kerjanya nyaman, kantornya dekat jika mau kerja di kantor. Iya, seperti halnya pekerjaan-pekerjaan lainnya sejak pandemi, pekerjaan bisa dilakukan dari rumah atau dari kantor. Saya memilih ke kantor sekali dalam seminggu atau jika sedang ada happy hour, pesta karyawan kecil-kecilan di kantor.

Sisanya saya lebih memilih sekantor sama Kakilangit di rumah, hehehe. Iya, kami jadi seperti rekan kerja (beda perusahaan) karena bekerja dari ruangan yang sama. Waktu kerja pun fleksibel. Yang diharapkan adalah bekerja delapan jam sehari. Saya memilih mulai bekerja jam tujuh pagi dan selesai jam tiga sore. Dengan begini, Kakilangit bisa mengantar Kelana ke sekolah dan saya bagian yang menjemput dan main-main sepulang sekolah. Dukungan Kakilangit untuk saya bekerja lagi patut saya puji, terutama di dua minggu masa onboarding yang membuat saya harus ke kantor setiap hari dan dia yang banyak bertugas di rumah, jemput Kelana dari sekolah dan menemani Kelana sambil bekerja.

Dengan bekerja kembali, hati saya kembali merasa penuh. Ternyata saya suka bekerja. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, hingga datang satu pagi, ketika CEO kami mengadakan rapat mendadak untuk semua karyawan. Isi rapatnya? Pengurangan karyawan besar-besaran. Saya dan tujuh teman yang masih dalam masa percobaan tentu saja menjadi garda terdepan yang terkena dampak. Tapi ternyata tidak berhenti pada kami yang dalam masa pencobaan di enam bulan pertama, puluhan karyawan lainnya bahkan yang sudah senior, bekerja lima hingga tujuh tahun dan posisi-posisi penting juga tidak luput kena.

Hiks, kembali tidak bekerja!

Iya, cukup sedih memang kembali tidak bekerja. Tapi ternyata tidak cuma kantor saya yang pengurangan karyawan besar-besaran, setidaknya di kantor tempat bekerja empat teman saya dari lingkaran pertemanan saya yang berbeda-beda dan usaha bidang kerja yang berbeda-beda di Berlin juga sedang mengurangi jumlah karyawannya. Mereka juga terkena dampaknya.

Sementara saya dan teman-teman yang bekerja di perusahaan yang terbilang kecil di sini terkena dampak pengurangan karyawan, mereka di tempat-tempat dan negara lain, bahkan di perusahaan-perusahaan besar seperti Meta, Twitter, lalu di Indonesia Shopee dan GoTo juga mengalami hal yang sama. Resesi global mulai terasa dan saya harap tidak berkelanjutan.

Setelah tidak bekerja, saya langsung mulai mencari pekerjaan sejenis. Tidak semudah itu rupanya. Ada beberapa yang meminta pengalaman lebih lama di bidang yang sama sementara saya baru segelintir bulan bekerja. Ada juga yang ketika prosesnya sudah setengah jalan, mereka menginformasikan bahwa proses harus dihentikan sementara karena ada situasi penting di perusahaannya. Saya kemudian mencari tahu dan berasumsi, sepertinya ini karena alasan serupa dengan perusahaan tempat saya bekerja.

Hari terus berjalan

Mencari informasi lowongan kerja, melamar, proses wawancara satu dua mengisi hari-hari saya belakangan ini. Tapi sayang rasanya jika hanya berkutat dengan itu setiap harinya. Saya sejauh ini masih memiliki privilege untuk mencari kerja yang sesuai dengan yang saya inginkan, tidak sembarang pekerjaan diambil untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Jadi pencarian kerja saya masih di bidang-bidang khusus yang tidak banyak lowongannya. Waktu saya jadi masih banyak yang bisa digunakan.

Saya pun melakukan aktivitas yang saya suka dan tidak bisa dilakukan ketika aktif bekerja, yaitu berenang dan mengunjungi museum-museum di hari dan jam kerja. Saya mengaktifkan kembali kartu museum tahunan saya dan menikmati museum demi museum di jam-jam sepi. Tak lupa menghabiskan waktu dengan makan siang atau minum kopi bersama teman-teman tersayang atau membaca-baca buku yang lama tergeletak di rak.

Ada satu hal lagi yang saya lakukan. Saya mulai belajar hal-hal baru yang sebelumnya saya sama sekali tidak tertarik dengannya. Ada banyak kursus gratis yang disediakan di internet bagi pemula yang tertarik mengetahui atau mendalami hal ini. Tentang apa yang saya pelajari ini, mungkin baiknya dikupas di tulisan berikutnya ya.

Syukur yang melimpah

Tahun ini ingin saya tutup dengan ucapan syukur yang melimpah pada Tuhan dan semesta. Iya ada rasa sedih kehilangan pekerjaan. But in first place, punya pengalaman pekerjaan yang sesuai dengan keinginan adalah suatu hal yang patut disyukuri. Belum lagi banyak tambah-tambahan karenanya: tambah keahlian baru karena pengalaman kerjaan tersebut, tambah teman-teman baru yang sungguh internasional, dan tambah duit tabungan jajan dari beberapa bulan penghasilan.

virtri
Latest posts by virtri (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You can use markdown, yes that awesome markdown.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.