Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal. Ada waktu untuk tertawa, ada waktu untuk meratap.
Seminggu setelah Kelana, sosok mungil yang di dalamnya, setengah darah saya mengalir, lahir ke dunia; Papa, sosok bijak yang di dalam diri saya, setengah darahnya mengalir, berpulang ke surga.
Rasa sesak masih menyelip di dada. Air mata masih sesekali mengalir. Betapa saya mencintainya, laki-laki yang begitu dalam mencintai saya dan keluarga saya. Tidak hanya mengasihi kami, kasihnya juga begitu luas untuk semua saudara-saudara, keluarga besar, hingga orang-orang yang tidak ada relasinya dengan kami. Semua orang yang dia kenal tak luput dari pikirannya, perhatian dan bantuannya.
Darinya, saya belajar arti murah hati meski kami bukan orang berada, menolong tanpa pamrih meski terkadang membuat hati letih, tentang sabar tiada batas, dan tentang menjadi penengah ketika ada masalah.
Kelana mungkin hanya kenal wajah Eyang Kakungnya, Papa saya, selama seminggu lewat video call setiap hari. Tapi lebih dari wajah yang dia tahu di hari-hari pertama kelahirannya, siapa Eyang Kakungnya sebenarnya, apa nilai-nilai hidupnya, dan bagaimana hidup Eyang Kakungnya bermanfaat untuk banyak orang, akan selalu saya kisahkan padanya.
Papa berpulang dengan begitu tenang, seperti sedang tidur pulas di siang hari, demikian kata kakak-kakak saya dan mama yang menjaganya.
Selamat jalan, Papa tersayang, selamat bertemu Tuhan, terima kasih sudah menjadi Papa, I miss you deeply already.
- Kembali Bekerja dan Kembali Tidak Bekerja - 15 December 2022
- Kilas 2022: Tentang kursus C1 dan tentang kegiatan ini dan itu - 15 December 2022
- Tanaman-tanaman di rumah, si teman-teman baru saya - 27 June 2021