Waduh!

“Seeetttt…”

Kamu tau itu bunyi apa? Sebenarnya saya tidak ingat bunyi pastinya seperti apa. Yang saya tahu, itu adalah bunyi yang tidak ingin saya dengar! Itu bunyi bagaimana bibir mobil saya mencium punggung mobil orang lain. Si biru Avanza (yang saya namakan Bluvi) mencium si hitam Yaris. Iya, beberapa jam yang lalu, saya menyerempet mobil orang! Tidaakk!

Begini kisah detilnya. Kecelakaan tadi terjadi di depan salah satu kedai kopi di bilangan Senopati. Tempat untuk mobil-mobil yang parkir hanya terbatas di sedikit area yang diberikan kedai kopi dan sisanya adalah area trotoar di depannya. Tak ada pilihan lain mobil-mobil hanya bisa parkir berjajar dengan moncong di depan menghadap kedai kopi tersebut (bukan parkir horizontal). Di belakang mobil-mobil yang parkir, segala jenis kendaraan di bilangan Senopati itu melesat dengan kencangnya.

Nah, ceritanya saya tadi beli es alpukat kopi dan makan malam untuk di bawa pulang. Ketika saya pulang, menyalakan mobil, dan tentunya mundur ke belakang sambil mulai membelokkan arah setir saya pelan-pelan sambil saya mengawasi kendaraan yang lalu lalang dengan kencang bukan kepalang, saya tiba-tiba mendengar bunyi horor itu: “Seeeetttt”!

Yup, saking saya terlalu memperhatikan mobil-mobil yang melesat di belakang saya, saya tidak memperhatikan mobil yang ada di sebelah saya. Di saat itulah sang bapak tukang parkir muncul! ‘Prriiiittt’ demikian bunyi peluitnya. Duh, Pak.. kemana aja dari tadi?

Fiuh, ini tidak pernah terjadi dengan saya sebelumnya. Hancurlah reputasi saya sebagai seorang perempuan yang lumayan oke menyetirnya. Huhuhu. Iya, saya cukup bangga karena kemampuan menyetir saya dan kemampuan parkir saya sebenarnya di atas rata-rata. Saya sudah berencana menjadikan profesi ‘supir travel antar kota’ menjadi salah satu alternatif pekerjaan yang saya lakukan jika saya berhenti dari dunia kerja saya yang sekarang.

Sebenarnya, bisa saja saya langsung kabur dari tempat itu dan pulang dengan aman. Tapi tidak, saya bukan orang yang tidak bertanggung jawab. Meski menjadi orang yang bertanggung jawab artinya menerima resiko untuk mengganti biaya kerusakan si hitam Yaris itu. Hufh.

Saya kembali maju dan memarkir Bluvi, mematikan mesinnya, lalu turun dari mobil, menunggu sang pemilik Yaris keluar. Ya, antara kedai kopi dan area parkir hanya dibatasi oleh kaca transparan. Jadi sang pemilik mobil bisa melihat apa yang terjadi.

Lalu keluarlah seorang laki-laki yang cukup tampan (ehem), berkaca mata, dengan wajah yang hangat dan bersahabat. Oh, saya harap dia benar-benar bersahabat.

“Umm, masnya yang punya mobil ini ya?” kata saya sambil menunjuk si hitam Yaris.

“Iya” katanya sambil tersenyum sambil segera mengecek bagian belakan mobilnya (yay, dia masih bisa tersenyum, artinya saya agak aman!)

“Aduh Mas, maaf yaa. Saya tidak bermaksud! Ini tidak pernah terjadi dengan saya sebelumnya! Saya tadi terlalu fokus pada mobil-mobil di belakang yang kenceng-kenceng banget. Mana tadi ga ada tukang parkir yang bantuin menyetop mobil di jalanan”

“Iya. Ini bisa terjadi sama siapa aja kok. Mm, mobilnya diasuransikan?” tanyanya.

“Mobil saya? Iya, ini diasuransiin. Mobil kantor kok. Mobil Masnya?” saya gantian bertanya.

“Enggak”, jawabnya.

“Waduh! Lalu gimana ya.. (menghela napas sejenak sambil berpikir).. gini deh Mas, saya akan ganti biaya perbaikannya” saya mencoba memberikan solusi setelah melihat goresan-goresan kecil yang menyayat si hitam Yaris. Untunglah tidak separah yang saya duga. Meski saya cukup ngeri membayangkan berapa uang yang akan keluar dari dompet saya untuk memperbaikinya.

“Kamu mau menggantinya? Oh, ga usah repot-repot. Tidak perlu mengganti apa pun. Kamu ga sengaja kan? Nanti saya saja yang perbaiki dan tanggung. Umm, kamu tidak keberatan untuk minum-minum kopi sejenak di dalam dan kita bercakap-cakap? Boleh tahu namamu siapa?” tanyanya pada saya sambil menatap mata saya dalam-dalam lalu mengangkat tangan kanannya mengajak saya berjabat tangan dan menggandeng saya ke dalam kedai kopi.

Lalu kami pun masuk kembali, ngopi-ngopi, makan malam, bercengkrama, tertawa-tawa, dan menjadi sahabat yang baik. Lalu kami…

STOP IT! Maaf, dua paragraf terakhir adalah imajinasi saya, bukan yang sesungguhnya terjadi. Ini yang sebenarnya terjadi setelah saya berkata “gini deh Mas, saya akan ganti biaya perbaikannya”

“Ok!” jawabnya pendek.

(saya kembali menghela nafas) “Ok. Ini nomor HP saya, 08 sekian-sekian…  Coba di-miscall deh.”

Kemudian kami saling bertukar nomor HP dan nama dan dia mengatakan akan memberitahu saya nomor rekeningnya supaya saya bisa mengganti biaya perbaikan si Yaris seusai dia ke bengkel.

“Ah, semoga tidak mahal ya biayanya!” ucap saya padanya dalam kalimat terakhir saya saat itu.

Dan sambil beranjak masuk lagi ke dalam kedai kopi, ia mengangguk lalu kembali tersenyum pada saya.

Huhuhu… kamu mau kan mendoakan saya agar harga perbaikannya tidak mahal? ya…ya..ya.. Atau, doakan dia menghilangkan nomor HP saya ya! Atau doakan agar dia menghubungi saya untuk hal lainnya saja ya. Hihihi..

virtri
Latest posts by virtri (see all)

5 thoughts on “Waduh!

  1. ku kirimkan games parkir via emailmu. mau nge link disini ga ngerti caranya :p

    and also happened to me last sunday, nyerempet orang, bukan sesama mobil, tapi sesama motor, dan kita pun sukses jatuh bersama :'(

Leave a Reply to virtri Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You can use markdown, yes that awesome markdown.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.