Kata Kelana dalam Media Sosial Saya

Saya si manusia ekstrovert ini memang tidak mungkin untuk tidak eksis di panggung media sosial. Saya senang berteman dan senang berbagi kisah. Saya memiliki antusiasme terhadap ragam manusia di dunia; emosinya, cara berpikirnya, pun perilakunya.

Sejak jaman Friendster (ya ampun ketawan deh usia!) hingga saat ini (yang saya bahkan sudah tidak update lagi apa saja media sosial yang sedang populer), saya hanya memiliki beberapa media sosial favorit yang saya aktif gunakan. Sisanya, saya memilih media personal, berkirim pesan, telepon, atau bertemu langsung. Media yang paling saya suka ya yang terakhir ini; bercakap tatap muka sambil menyeruput kopi.

Meskipun media sosial begitu menyenangkan digunakan sebagai tempat berbagi dan tempat belajar. Media sosial juga tempat yang mengerikan, tempat mencaci dan dicaci, juga tempat untuk para pelaku kejahatan untuk menyalahgunakan tulisan, foto, video, atau konten apa pun yang sudah diunggah.

Media sosial termasuk dalam media online. Apa yang sudah pernah dituangkan, bisa selamanya terpajang! Jika pun tidak terpajang lagi, bisa jadi sudah disimpan (oleh orang-orang lain).

Ketika Kata Kelana hadir dalam hidup saya dan Kakilangit, cinta kami yang membuncah padanya membuat kami layaknya orangtua pada umumnya. Kami mengganti tampilan layar ponsel dan komputer dengan foto Kelana. Tiap hari kami rasanya ingin berbagi bahagia pada dunia dengan menghujani setiap serambi media yang kami miliki dengan semua foto dan video Kelana.

Namun kami sadar, selain itu berlebihan (dan membuat mereka yang ada dalam jejaring sosial kami jadi jengah dibuatnya), ada bahaya media sosial untuk anak-anak.

Bahaya media sosial

Setidaknya tiga hal ini yang membuat saya hati-hati ketika menggunggah konten Kelana di media sosial kami.

Pertama, penggunaan foto bayi secara sembarangan tanpa ijin untuk tujuan yang tidak diinginkan. Misalnya oleh akun-akun jualan barang online seperti sepatu, baju, perlengkapan bayi atau jasa foto. Tanpa babibu, tetiba si anak jadi model dadakan di akun mereka.

Atau yang lebih parah adalah untuk dipasang di akun jual beli bayi. Iya, pernah ada akun seperti ini di Instagram. Hanya sebentar memang, kemudian diselesaikan perkaranya oleh polisi. Tapi saya ingat banget, ada beberapa ibu yang kaget tiba-tiba ada foto anaknya nangkring di laman Instagram akun tersebut. Anak yang seharusnya priceless, dipasang foto berikut harganya. Duh.

Kedua, yang lebih mengerikan lagi buat saya, adanya pedofil, predator seksual anak yang bisa menyalahgunakan foto dan video anak. Ah, saya geram sekali dengan kelakuan mereka. Memikirkannya sudah membuat perut mules. Jadi, tidak akan saya bahas terlalu jauh ya.

Ketiga, beberapa kasus penculikan anak juga disebabkan karena postingan yang rutin menyebutkan lokasi dan kegiatan anak di media sosial. Ini memudahkan para penculik melihat pola dan melaksanakan kejahatannya.

Jika dipikir, unggahan lokasi sebenarnya kan hal yang biasa banget ya dilakukan. Lagi foto antar jemput anak di sekolah atau ikut aktivitas kursus abc, tag lokasi. Jalan-jalan, ketemuan dengan keluarga, saudara, teman, atau playdate di kedai kopi favorit lalu foto dan tag lokasi. Foto-foto di rumah, tag lokasi.

Hal yang menurut kita lumrah, bisa membuat para penculik mengetahui jadwal kegiatan si anak dan di mana anak berada, sehingga mudah bagi mereka melakukan kejahatannya. Bisa langsung menculik atau modus minta uang. Misal telepon mengaku dari pihak sekolah atau tempat kursus yang mengatakan si anak mendadak sakit/kecelakaan, harus masuk RS dan minta ditransfer uang supaya masuk ruang gawat darurat, atau berbagai modus lainnya.

Kesepakatan

Saya mengagumi teman-teman saya yang benar-benar konsisten tidak mengunggah foto anaknya dalam media sosial mereka.

Tapi saya juga menghargai pilihan-pilihan mereka yang tetap mengunggah foto dan video anak-anak mereka setelah melalui pertimbangannya masing-masing.

Saya dan Kakilangit juga memiliki pertimbangan kami sendiri. Kami tidak bisa sepenuhnya lepas dari media sosial tanpa konten Kelana. Dunia kami (apalagi saya) saat ini sebagian besar dipenuhi si makhluk kecil itu. Tapi keamanan dan kenyamanan Kelana adalah yang terutama.

Inilah kesepakatan kami.

Kelana banyak hadir di Instagram kami yang kami atur privat, hanya mereka yang kami kenal, keluarga, sahabat, saudara, teman-teman. Mereka yang kami percaya tidak akan menyalahgunakan foto dan video Kelana.

Dengan jauhnya kami dengan keluarga, saudara, sahabat dan teman-teman di kampung halaman, Instagram (terutama fitur Instagram Story) adalah cara saya berbagi kisah Kelana sehari-hari dengan mereka, berbagi cerita hidup kami di sini.

Secara rutin, kami melihat dan membersihkan daftar siapa saja yang ada di bagian follower kami, kira-kira bisa dipercaya atau tidak.

Sementara jejaring sosial di Facebook yang lebih luas, tidak terlalu kami filter karena sifatnya untuk menghubungkan kami dengan keluarga besar dan teman-teman lama atau kenalan-kenalan.

Sekali-sekali, Kelana bisa hadir di Facebook kami ketika kami sedang foto keluarga atau jika pun ada foto Kelana sendiri, fotonya diambil dari tampak samping atau belakang. Dan kami biasanya mengunggah dengan kualitas resolusi yang rendah.

Jika ada keluarga dan teman yang mengunggah foto dan video Kelana di media sosial mereka dan kami pikir masih wajar, kami pun tidak masalah.

Yang kami coba jaga adalah kami tidak ingin ketika dia sudah besar, dia tidak nyaman dengan unggahan foto-fotonya di media, yang beredar untuk konsumsi publik. Kami ingin bertanggung jawab untuk itu.

Seiring Kelana makin besar, semakin senang bergaya, semakin ceriwis dan drama, beberapa orang bertanya apakah tidak ada rencana Kelana ikut lomba foto anak, atau jadi selebgram cilik, atau youtuber cilik, atau endorser cilik. Profesi-profesi yang menjanjikan sekali secara finansial.

Untuk hal itu, jawaban kami mantap tidak. Meskipun kami nantinya kesulitan secara finansial, semoga kami tidak mengambil jalan itu. Biarlah seorang Kata Kelana dewasa (entah di usianya yang 14 atau 17) yang nantinya akan menentukan sendiri apakah dia ingin populer (dan kaya) di dunia maya atau tidak. Jika sekarang kami butuh dana, kan ada kalian! Eh.

Refleksi saya

Tulisan ini sebenarnya introspeksi buat saya sendiri. Karena ini bukan hanya tentang Kelana, ini juga tentang anak-anak lain.

Sebelumnya saya tidak berpikir panjang untuk mengunggah foto ponakan-ponakan atau anak-anak teman di media sosial saya karena berpikir hal itu lumrah. Juga unggahan tentang anak-anak di sekeliling Kelana ketika dia sedang bermain, yang sengaja tidak sengaja tertangkap masuk dalam foto dan video yang saya unggah.

Ke depannya, saya akan meminta ijin dulu ke orang tua mereka. Atau memberikan filter blur atau penggunaan stiker (kan sudah canggih-canggih tuh sekarang) pada unggahan wajah anak-anak.

Saya ingin lebih berhati-hati.

virtri
Latest posts by virtri (see all)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You can use markdown, yes that awesome markdown.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.