Beberapa jam yang lalu, sambil mendengarkan acara televisi mengenai keputusan menteri agama akan kepastian hari idul fitri tahun ini, tiba-tiba saya, kakak saya dan ayah saya bercakap-cakap. Tentang zakat, tentang kurban, tentang persepuluhan, tentang persembahan.
Percakapan diawali ketika ayah saya sempat mengkritisi konsep zakat sesungguhnya. Kakak saya pun menyambung dengan cerita bagaimana konsep zakat fitrah di tempat yang satu dapat berbeda dengan tempat lainnya. Ketika mereka ingin mengetahui konsep perpuluhan/persembahan di gereja, saya pun juga menyambung pembicaraan mengenai tidak adanya ketentuan khusus di gereja yang saya anut mengenai besarnya persembahan (menyenangkan bukan ketika kami bisa berdiskusi dengan belajar dari perspektif masing-masing :))
Ya, buat saya, apa pun itu namanya, zakat, kurban, perpuluhan, persembahan, bukan soal harus berapa besarnya, harus bagaimana bentuk sah-nya. Tidak ada hitung-hitungan yang yang pasti, tidak ada bentuk yang paling benar, dan terutama tidak perlu ada kata keharusan di sana.
Buat saya, zakat, kurban, perpuluhan, persembahan, baiknya dikembalikan pada tujuannya: untuk diberikan dengan setulus hati; untuk melukis secercah senyum di wajah sesama kita yang membutuhkan.
Selamat Hari Idul Fitri buat Papa, Mbak Ni, Mbak Ic, dan semua yang merayakan hari kemenangan ini 🙂
ps: Jika ada yang merayakannya hari rabu, selamat in advance ya 🙂
- Kembali Bekerja dan Kembali Tidak Bekerja - 15 December 2022
- Kilas 2022: Tentang kursus C1 dan tentang kegiatan ini dan itu - 15 December 2022
- Tanaman-tanaman di rumah, si teman-teman baru saya - 27 June 2021