Jalan-jalan ke Nepal di pertengahan tahun 2013 adalah salah satu pengalaman traveling terbaik kami. Menghabiskan lima hari di tiga kota terbaiknya, Kathmandhu, Pokhara dan Nagarkot, begitu membekas di hati.
Masih teringat jelas megah dan gagahnya Pegunungan Himalaya yang menyapa di pagi hari pertama kami, yang bisa kami saksikan di puncak Nagarkot, cantiknya danau Phewa yang terbentang di Pokhara, meriahnya festival kuil di Durbar Square -Kathmandu, atau ramahnya senyum-senyum yang mengembang dari penduduk lokal di sana.
Tidak hanya dihiasi lukisan Pegunungan Himalaya, ingatan tentang langit Nepal adalah ingatan akan bendera-bendera segitiga dan kotak berwarna-warni yang berisikan doa-doa yang terpanjat. Penduduk Nepal menggantungkannya di sekitar kuil, di atas rumah dan hotel, di mana-mana.
Mendengar gempa 7.9 SR yg menimpanya kemarin, membuat hati teriris. Korban pasti banyak karena banyak bangunan dan kuil yang rapuh di tempat orang banyak berkumpul, di Durbar Square terutama.
Nepal bukan Jepang. Tanah Jepang yang rentan dikunjungi gempa, membuat mereka berpengalaman. Bangunannya tahan gempa, penduduknya fasih dengan metode evakuasi. Sedangkan di Nepal, gempa terakhir terjadi sekitar 80 tahun lalu. Teknologi di Nepal sangat berbeda dengan Jepang. Dan benar saja, sampai dengan tengah malam kemarin sudah ditemukan lebih dari 1100 korban jiwa. Senyum-senyum yang mengembang di wajah penduduk sudah berganti dengan tangis dan duka kehilangan.
Ah, semoga bendera-bendera doa yang masih tergantung di langit Nepal dan doa dari seluruh pelosok negeri di dunia saat ini bisa menemani dan menghibur mereka yang sedang sedih dan patah hati di Nepal.
Namaste.
- Tato - 28 February 2024
- Pandemi berakhir! - 22 July 2023
- Rutinitas Baru - 19 June 2023