“Black as the devil, hot as hell, pure as an angel, sweet as love.”
Itu adalah resep kopi seorang berkebangsaan Perancis, Talleyrand (1754-1838).
Hari ini hari Kamis, hari libur nasional yang tidak saya manfaatkan dengan jalan-jalan. Ada beberapa kerjaan kantor yang harus saya selesaikan di rumah. Alih-alih lekas menyelesaikan, saya malah santai-santai menikmati satu lagi buku Roald Dahl “Boy, Tales of Childhood”, tidur siang, lalu menikmati sore dengan menyeruput kopi. Kopi olahan sendiri.
Saya dan sahabat saya Kakilangit sengaja membeli biji kopi untuk kami gerus sendiri dengan coffee grinder hadiah dari sahabat tersayang @krismantarika dan @kelikme. Bubuk kopi hasil gerusan itu pun kami jadikan kopi hitam pekat nikmat dengan coffee maker hadiah dari adik-adik tersayang @firdarosiana dan suaminya. Indonesia buat saya adalah negeri penghasil biji kopi terbaik, namun menurut saya kita belum bisa mengolah biji kopi ini sedemikian rupa hingga tersaji sebagai kopi nikmat seperti halnya di Italia.
Italia menjadi salah satu negara yang kami singgahi dalam perjalanan impian kami ke Eropa bulan Desember kemarin. Oleh karena waktu yang terbatas (dan uang yang terbatas juga tentunya), kami hanya pergi ke Milan dan Roma. Yang pertama kami singgahi adalah Milan. Kami tidak memesan penginapan di sana karena kami memang hanya ingin menghabiskan satu hari di sana. Tujuan di sana cuma satu, mengantarkan Kakilangit melakukan umroh sucinya sebagai Milanis ke San Siro (nantikan tulisan Kakilangit tentang ibadahnya ini di Travelish!).
Milan yang dingin, Milan yang sedang bersalju tebal. Tempat berteduh kami sebelum dan sesudah ke San Siro adalah bandara dan stasiun. Di sanalah kami makan dan minum (dan tidur!). Dan Milan Central Station adalah saksi ketika saya pertama kali berjumpa dengan kopi Italia yang begitu nikmat. Padahal saya hanya menikmatinya di salah satu kedai kopi kecil yang rupanya sangatlah sederhana, dan hanya di stasiun!
Adalah caffè marocchino yang saya pesan pertama kali. Itu adalah espresso dengan susu panas dan bubuk coklat. Aah, sulit saya ungkapkan bagaimana rasanya! Nikmat sekali! Harumnya aroma dan pekatnya rasa kopi tercampur dengan manisnya coklat dan lembutnya susu, disajikan dalam keadaan panas. Black as the devil, hot as hell, pure as an angel, sweet as love.
Kakilangit mencoba espresso-nya atau secangkir kecil kopi yang sangat pekat dan kuat rasanya.Mata kami terbelalak lebar dibuatnya ketika pertama kali kami menyeruput espresso. Tidak, kami belum pernah memesan caffè doppio atau double espresso selama di sana. Espresso-nya sudah lebih kuat dari double espresso yang kamu biasa temukan di sini. Hitam pekat kuat dan begitu murni, membuat Kakilangit ketagihan dan selalu memesannya setiap hari sepanjang kami berada di Italia. Black as the devil, hot as hell, pure as an angel, sweet as love.
Di Italia, kopi disebut dengan caffè. Untuk memesan kopi, biasanya yang dikatakan adalah seperti ini, “un caffè, per favore, Monsieur” yang terjemahan bebasnya “mau secangkir kopi donk, Pak!”. Sewaktu di sana, saya sih ga sok-sok-an mencoba berbahasa Italia, bukannya apa-apa, susah tau! Harga kopi di kedai kopi terbagi dua, yang lebih murah jika kamu memesan sendiri ke bartendernya dan menikmatinya dengan berdiri di meja-meja tinggi yang disediakan. Yang lebih mahal adalah jika kamu duduk di kursi dan meja layaknya restoran pada umumnya dan kamu memesan pada pelayan/waiters tempat itu.
Bartender-bartender Italia sangat percaya diri akan kemampuan mereka membuat kopi enak. Di tiap kedai kopi yang kami jumpai, sekecil apa pun itu, peralatan mereka sempurna dan pekerjaan mereka cekatan. Saking percaya dirinya, mereka tak segan-segan mengajak kami bercakap-cakap tentang rasa kopi tersebut dan bahkan ada yang langsung menunjuk tempat untuk kami memberikan tips jika kami puas.
Di hari-hari kami di sana, saya mencoba berbagai macam sajian kopi di sana (sementara Kakilangit memuja dan dengan setia memesan espresso, layaknya orang ketagihan obat terlarang gitu deh, hihihi). Mulai dari caffè marocchino, cappuccino, caffè macchiato, caffè latte, caffé corretto, dan caffè Americano!
Caffè Americano di Italia! Apa itu! Hahaha, tapi iya, saya penasaran dengan Americano yang dibuat oleh Italian. Gimana? Kamu penasaran rasanya jika dibandingkan Americano yang biasa dijual di Kedai Kopi Starbucks dari Kota Seattle, Amerika itu? Begini, menurut saya, rasanya serupa namun lebih kuat! Dan pastinya lebih enak. Itu sebabnya, Starbucks tidak berdaya untuk membuka cabangnya di Italia.
Kopi terakhir saya di Italia adalah di Bandara Fiumicino atau Leonardo da Vinci Airport. Entah apa nama kopi yang saya pesan pada waktu itu. Itu adalah special coffee of the day yang ditawarkan oleh bartendernya. Dia menunjuk gambarnya dan saya mengangguk tak berdaya. Gambarnya sudah membuat saya mengelap air liur saya. Dan ketika saya menyeruputnya.. aih aih, itu minuman surga! Ada beberapa lapisan dan semuanya nikmat. Di lapisan paling atas adalah krim susu. Saya yang biasanya tidak suka krim, tergila-gila akan krim susu putih kopi ini, lembut sekali. Di lapisan tengahnya ada coklat yang murni rasa manisnya. Di lapisan terakhirnya adalah kopi espresso yang nikmat pahitnya. Dan ketika saya mencampurkan ketiga lapisan itu, surga!
Ya, saya akan balik lagi ke suga itu suatu hari nanti. Dan belajar supaya kelak di negeri Indonesia ini kita bisa menyajikan kopi sebaik, oh tidak, menyajikan kopi yang lebih baik dari Italia.
- Tato - 28 February 2024
- Pandemi berakhir! - 22 July 2023
- Rutinitas Baru - 19 June 2023
heyy… udah baca “various flavors of coffee”-nya anthony capella? 🙂
huaaaa… aku harus coba.. minum kopi italy di italy…hihiihihi.. thanks vir..