Rupanya Dieng tidak seterkenal Bromo. Banyak yang tidak tahu di mana keberadaan dataran tinggi cantik ini. Padahal tempat ini masuk salah satu dataran tertinggi di dunia. Banyak info yang menyebutkan dataran ini di posisi setelah Nepal. Ketinggian dataran tinggi Dieng terletak di 2,093m dpl. Suhu udara di tempat ini berkisar 10-15 derajat celcius di malam hari, dan bisa mencapai titik 0 derajat celcius di musim kemarau. Sampai-sampai di sana terdapat embun beku di pagi hari yang dinamakan embun racun oleh masyarakat setempat karena bisa membuat tanaman mereka mati.
Dalam perjalanan kami dari Jogja menuju Jakarta di akhir tahun 2010, saya dan Kakilangit, sahabat saya, mampir di tempat ini. Letak Dieng tidak jauh dari Kota Wonosobo, sekitar 20-30km dari pusat kota. Jalan menuju ke sana cukup mulus, namun sangat berkelok-kelok dan ada beberapa area yang rawan longsor.
Kami sampai di jalan raya dieng sudah malam. Penerangan sepanjang jalan hampir tidak ada, lampu mobillah yang kami andalkan. Jika turun kabut, jarak pandang hanya sekitar 3-5m. Jadi, kalau kesana malam-malam hati-hati ya. Tapi pulangnya, melintasi jalan yang sama di siang hari, terasa sangat berbeda. Pemandangan yang terhampar di depan mata: kecantikan alam tiada tara. Membuatmu tak henti berdecak kagum akan semesta.
Karena kami sampai sudah larut malam, kami pun segera mencari penginapan untuk beristirahat. Hanya ada 1 hotel di puncak Dieng, namanya Hotel Gunung Mas. Lainnya adalah homestay. Kami menginap di Homestay Dahlia. Rumahnya bersih, pemiliknya ramah. Mereka memiliki 4 buah kamar untuk disewakan. Ada ruangan tengah tempat bersantai yang nyaman dengan sofa, karpet tebal, dan juga ruang makan.
Kami mengambil kamar dengan harga dua ratus ribu rupiah per malamnya. Tidak terlalu murah, tapi juga lumayan mengingat ada kamar mandi di dalam kamar beserta air panas. Berlantai kayu, bersih, dapat fasilitas kopi dan teh panas gratis, dan yang paling penting kita bisa memesan makanan ke pemilik rumah. Mereka menjual indomie dan nasi goreng. Rasanya enaaakkk. Mereka juga punya warung kecil di depan rumah untuk kita membeli keperluan sehari-hari atau makanan kecil.
Kami memang berencana hanya menghabiskan pagi hari saja di sana karena kami mau langsung melesat ke Jakarta untuk bekerja keesokan harinya. Kami bertanya pada pemilik homestay tempat terbaik apa saja yang bisa kami kunjungi jika kami hanya memiliki sedikit waktu. Lalu dia pun menyebutkan 4 tempat wajib kunjung ini:
Sikunir
Kalau kamu pernah ke Penanjakan di Bromo, tempat ini mirip dengan itu. Kita bisa melihat terbitnya matahari yang cantik di sini. Kita harus pergi ke sana subuh atau dini hari. Dari tempat parkir, jalan sekitar 30 menit, sampai deh. Namun sayang sungguh sayang, ketika kami di sana, hujan mampir saat subuh. Golden sunrise tidak mungkin kami lihat pagi itu.
Telaga Warna
Tujuan pertama kami ke Telaga Warna. Dinamakan telaga warna karena warnanya bisa berubah-ubah. Ketika kami ke sana, memang benar warnanya berubah-ubah, tergantung dari sisi mana kita memandang dan tergantung besaran cahaya matahari yang terpancar ke sana. Cantik, terutama karena dikelilingi oleh tembok hijau.
Di dekat Telaga Warna, terdapat Telaga Pengilon. Pengilon artinya cermin. Konon katanya telaga tersebut sangat jernih sampai-sampai kita bisa bercermin. Tapi untuk menjangkau Telaga Pengilon dari dekat tidak mudah. Tidak ada jalan setapak menuju ke sana. Kita hanya bisa melihat dari jauh.
Di kawasan itu terdapat juga beberapa goa untuk bersemedi, misalnya goa semar. Tapi, siapa juga yang mau bertapa di sana? Dingin tau! Bahkan penduduk setempat pun mengenakan baju berlapis, sarung, penutup kepala, dan kaos kaki untuk menghindari dinginnya udara di sana, terutama di malam dan dini hari.
Kawah Sikidang
Tak jauh dari Telaga Warna, terdapat Kawah Sikidang. Jika di Bromo atau Tangkuban Perahu, pusat kawah berada nun jauh di bawah dari tempat mata memandang, di sini jaraknya hanya 1 meter di depan kita. Dekat sekali! Dan bau juga tentunya! Bau belerang.
Ada seorang ibu yang menjual belerang tersebut di sini. Bisa mengobati bermacam-macam penyakit kulit, demikian katanya sambil menawarkan. Ada yang dijual dalam bentuk serbuk, maupun bongkahan batu.
Yang membuat menarik dari kawah Sikidang ini adalah pemandangan yang menyertainya. Juga bagaimana kamu akan menemukan kubangan-kubangan kecil yang bergejolak aktif sepanjang kamu menapak kawasan ini. Seru bukan!
Kompleks Candi Arjuna
Indonesia memang kaya dengan candi-candinya. Dan kami suka mengunjunginya. Di kawasan Dieng terdapat beberapa candi. Beberapa bagian sudah runtuh, namun keaslian dan kecantikannya tetap utuh. Lagi-lagi, pemandangan sekitar candi inilah jua yang menunjang cantiknya candi-candi di sini.
Pemerintah setempat, Wonosobo dan Banjarnegara, cukup baik dalam mengelola tempat wisata mereka, baik itu candinya, telaganya, maupun kawahnya.
Di dekat parkiran kawasan kompleks candi ini, kami beristirahat sejenak sambil menikmati jagung bakar dan wedang ronde. Tersebutlah sepasang suami-istri yang semangat bekerja untuk membuat pot dari kayu pakis untuk bunga edelweiss dan cemara. Untuk mengingat semangat kerja keras mereka dan kecantikan Puncak Dieng, kami pun membawa oleh-oleh bunga edelweiss di pot kayu pakis untuk sahabat-sahabat tercinta.
Ah, Dieng itu cantik sekali! Wajar jika dewa-dewi bersembunyi di sini. Alam dan semesta seakan bersenandung di sepanjang keberadaan kita di sana. Ajaib Tuhan!
- Tato - 28 February 2024
- Pandemi berakhir! - 22 July 2023
- Rutinitas Baru - 19 June 2023