Setelah Suster Ngesot di tahun 2007, sekarang lagi diputar Suster Keramas di bioskop-bioskop Indonesia. Yang pertama masuk kategori film horor murni, yang kedua masuk kategori film horor plus (horor plus bokep! whew!).
Saya belum (dan tidak tertarik) menonton kedua film tersebut, namun saya sudah melihat trailer-nya dan juga membaca beberapa ulasan tentangnya. Tidak, saya tidak ingin mereview lagi tentang kedua film ini. Hanya saja, saya gatal dengan digunakannya profesi ini dalam kedua kategori film tersebut. Saya bukan suster, namun saya pembela profesi ini!
Setidaknya ada 3 profesi suster yang saya kenal: (1) suster yang bekerja di rumah sakit, (2) suster yang bekerja di rumah, baik itu membantu mengasuh adik bayi/batita, maupun mengasuh kakek/nenek yang sudah tua atau sakit-sakitan, dan (3) suster yang mengabdikan dirinya untuk melayani Tuhan di biara atau di masyarakat, nama lainnya adalah biarawati.
Suster di rumah sakit
Profesi dokter memang bagus, mereka bertugas mengobati orang-orang sakit. Namun buat saya, profesi yang mulia adalah sang suster. Merekalah yang dengan sabarnya merawat pasien. Tidak hanya sekedar mengecek suhu tubuh atau memberikan makanan dan obat, mereka jugalah yang memandikan sang pasien, menggantikan pakaian, membersihkan tubuh dari luka, muntah atau darah, bahkan ketika anggota keluarganya tidak bisa melakukannya. Saya teringat akan wajah-wajah tulus suster-suster yang membantu ibu, kakek, atau keluarga saya lainnya ketika mereka berada di rumah sakit.
Suster di rumah
Kedua orang tua saya bekerja ketika saya masih kecil. Oleh karenanya, mereka mengambil seorang suster untuk mengasuh saya di kala mereka bekerja. Saya sayang sekali dengan suster saya, demikian juga dengannya. Tak heran jika kala itu saya memanggilnya “mama-ute” (baca:Β “mama-suster”). Ketika saya berusia 4 tahun, orang tua saya merasa saya sudah cukup usia untuk tidak diasuh oleh suster lagi (atau mungkin juga karena faktor biaya kali yaa.. π ). Namun karena keterikatan yang cukup tinggi, baik saya maupun sang suster menangis tidak rela ketika hendak dipisahkan. Tidak berhenti sampai di situ. Saya pun sakit selama seminggu akibat kepergian suster saya.
Ketika saya duduk di bangku sekolah dasar kelas empat, datang lagi beberapa suster yang dipanggil ke rumah untuk mengasuh kakek saya (almarhum) yang dulu sakit-sakitan. Beberapa suster yang saya maksud di sini bukan langsung beberapa orang untuk mengurus dalam satu waktu, tapi bergantian satu demi satu karena tidak tahan dengan perlakuan kakek saya. Kakek saya waktu itu sakit stroke. Stroke tersebut menyerang saraf bicaranya, sehingga susah dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk para suster. Ketika tidak dimengerti apa keinginannya, kakek saya menjadi keras sehingga wajar jika para suster itu kewalahan. Tapi usaha mereka untuk memahami kakek saya dan juga kasih sayang mereka ke kakek saya dapat kami rasakan. Mereka pernah menjadi bagian dari keluarga kami.
Suster yang mengabdi pada Tuhan dan sesama
Saya tidak akan bercerita banyak tentang hal ini. Saya memang tidak pernah bersentuhan langsung dengan profesi ini. Tapi ada sosok yang saya sangat kagumi: Suster Teresa. Kamu pasti tahu betapa mulianya beliau dalam aksi kemanusiaan, bukan? π
Tidakkah ketiga profesi tersebut sungguh sangat mulia? Saya tidak rela dan tidak habis pikir kenapa ada yang menggunakan profesi ini untuk film-film tersebut sehingga berdampak akan muncul label yang tidak baik bagi profesi tersebut. Yuk, lebih kreatif dalam membuat karya kreatif! Sound of Music atau Sister Act misalnya. Jelas mutunya, kan?
Stop penggunaan suster dalam film horor (apalagi film bokep)!!
- Tato - 28 February 2024
- Pandemi berakhir! - 22 July 2023
- Rutinitas Baru - 19 June 2023
ahh crossposting dari ngerumpi ya.
keren.
keep on blogging !
salam !
@warm
iya.
terima kasih.
semoga bisa!
salam kembali!
π
Setuju banget nih ama postingan yg satu ini…:) Hidup, Suster!
Bahkan aku pernah hampir direkrut jadi suster oleh sahabat2ku yang berprofesi menjadi suster. Sialnya….kok ya direkrut jadi suster jenis ketiga sebagaimana mereka adalah suster jenis ketiga. hiks…..sakit mata kali ya mereka ini???
@dewi utari
lah, aku yo nda percaya juga nek sampeyan direkrut jadi suster jenis pertama ato kedua!! kasian pasien2nya, hihihi.. *peace*