Ceritanya aku baru pulang dari acara perpisahan teman kantor. Dua orang sekaligus. Sedih deh 🙁
Namun kali ini aku tidak akan berbicara banyak tentang acara perpisahan kedua temanku itu. Hanya saja, sepulang acara itu aku jadi berpikir mengenai saat ketika aku mati 🙂
Hihihi, aku tidak berencana menakut-nakuti kamu dengan berbicara mengenai kematian, yang banyak orang katakan tabu untuk menyebut-nyebutnya. Aku juga tidak bermaksud lancang melanggar papaku yang pernah menegurku ketika aku berbicara mengenai kematianku kelak, ketika aku mengatakan aku mau menyerahkan anggota-anggota tubuhku yang masih bisa berfungsi untuk orang-orang yang membutuhkan (ah, semoga saja masih banyak yang bisa berfungsi dengan baik, mengingat pola makan dan olah ragaku yang semrawut, hehehe). Waktu itu papa berkata, “Hush, kamu ini ngomong apa tho, de? Ga baik ngomong2in kematian diri sendiri! Ga bagus!” Tanpa mengurangi rasa hormatku pada papaku tercinta, bagiku, berbicara mengenai kematian adalah hal yang wajar, sama seperti kita berbicara mengenai kelahiran, pernikahan, atau hal-hal lain dalam hidup.
Iya, tadi pada inti acara itu – seperti halnya pada acara perpisahan2 lainnya – tersebutlah sesi menyampaikan ucapan perpisahan. Setiap orang bergiliran menyampaikan perasaan, pendapat & kenangan pada orang yang akan berpisah, dalam hal ini mereka meninggalkan kita dan pindah ke kantor yang baru. Biasanya yang disampaikan adalah hal-hal baik yang kita alami dan kenang dengan dan dari orang tersebut. Aku yakin kamu pernah juga mengalami momen-momen ini bukan? Entah kamu yang meninggalkan atau kamu yang ditinggalkan.
Pikiranku pun melayang, ke saat ketika aku mati, kelak. Itu juga menjadi sebuah ajang perpisahan. Setiap orang yang kukenal dalam hidupku, yang memiliki pengalaman denganku, baik pengalaman manis atau pahit, akan memiliki pendapat dan perasaan tersendiri terhadapku. Kamu misalnya. Cara kamu mengenangku, pasti akan berbeda dengan orang lain yang mengenalku: keluargaku,sahabat-sahabatku, teman-teman sekolah, teman-teman kantor, teman-teman sepermainan, bahkan dengan mereka yang hanya sekali dua atau mungkin kerap bersua denganku lewat sapa atau kata.
Ketika aku mati, saat itu adalah saat terbaik untuk kamu dan mereka jujur mengatakan – meskipun tanpa suara – tentang siapa aku sebenarnya; tentang bagaimana aku dikenang.
Bila saat itu datang, aku jadi bertanya-tanya sudahkah aku mencapai tujuan hidupku pada orang-orang yang kutemui dalam hidupku?
Sudahkah aku berhasil melukis senyum pada wajahmu dan wajah-wajah mereka yang pernah dan kerap bersua dan bersapa denganku?
Atau justru sebaliknya, sedih dan luka pernah kubuat sehingga meninggalkan gores pada hatimu, juga pada hati mereka?
(ah, mumpung saat itu belum tiba! aku harus lebih banyak bekerja keras untuk menjadi seorang pelukis senyum! belakangan ini lidahku sangat tajam, sangat mungkin banyak hati yang tersayat olehnya. juga raut wajahku yang kerap kulihat masam akibat berbagai tekanan yang harusnya tidak perlu aku lebih-lebihkan atau tunjukkan. bagaimana bisa aku menjadi pelukis senyum di wajah orang jika tidak bisa kuawali dengan melukisnya di wajahku terlebih dulu. dan ah benar, kedua telingaku, juga hatiku, sampai saat ini belum memperlihatkan hasil yang memuaskan untuk menjadi pendengar yang baik. ayo virtri, bekerja keraslah untuk itu!)
- Tato - 28 February 2024
- Pandemi berakhir! - 22 July 2023
- Rutinitas Baru - 19 June 2023
Aduuh, Deeek…! Ngomongnya kok yang ngeri2 gitu sih.. 🙂
Tapi memang, berbicara tentang kematian, kita tidak boleh takut, karena kita semua pasti akan menghadapinya, baik menjadi yang ditinggalkan maupun menjadi yang meninggalkan.
Setuju dengan Adek, kita harus mempersiapkan diri menghadapi kematian. Dengan melukis senyum di wajah orang lain, kita juga telah melukis senyum di wajah Tuhan…
Jika adek aja perlu bekerja keras untuk itu, apalagi mbak nia yaa..?? (hiks..hiks..)
ah, mbak nia terlalu melebih2kan adik sendiri :p
anyway, thanks 🙂
mari kita sama-sama berjuang bekerja keras dalam hidup ini,
Jia You!
jadi pingin nangis baca ini vir…terharu….
ilma.. jangan nangis.. mari kita menceriakan dunia sebelum waktu kita tiba! 😀