Stasiun Gambir, Hari Bebas, Malam.
Telah lama aku tidak ke tempat ini. Seperti halnya di tiap sudut ruang publik yang
ramai, ketika sampai di dalamnya, aku berdiri sejenak untuk memandangi dan
menikmati pemandangan peluh dan keluh beratus manusia dengan beribu raut dan
rupa. Menyenangkan.
Aku menatap loket-loket yang berjejer seraya mencari kata Bandung di kolom tujuan.
Arloji di tangan kananku menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh. Aku kehilangan
Parahyangan terakhir. Masih ada Argo Gede. Selisih tiga puluh ribu rupiah. Tak
mengapa, pikirku. Rindu yang sudah menyeruak tak membuatku berpikir lama untuk
membeli satu lembar tiketnya.
Masih ada 40 menit sebelum kereta berangkat. Aku membeli satu kotak makanan
Jepang siap saji untuk membungkam perutku dari masuknya angin malam. Sesekali
aku menghubungimu dengan deret kata dalam telepon genggamku. Kamu
menungguku, sambil menyeruput coklat panas.
Dua jam empat puluh menit lamanya perjalanan kereta yang kunaiki. Dibandingkan
dengan perjalanan daratku lainnya pada waktu-waktu yang silam, harusnya 2,40
adalah waktu yang sangat singkat. Namun entah apa yang membuatnya menjadi
perjalanan terlama sepanjang hidupku. Degup jantung yang berdebar, kantuk yang
tertahan, rindu yang menggebu; mungkin itu alasannya.
Stasiun Hall, pukul sepuluh lewat dua puluh. Keretaku tiba. Kamu berdiri di sana. Di
satu tempat, dengan senyum mengembang. Kita bersua lagi setelah sepertujuh belas
koma tiga puluh tiga tahun yang terasa sangat lama.
Aku senang sekali.
(Hey, terima kasih untuk judulnya, ya 🙂)
- Tato - 28 February 2024
- Pandemi berakhir! - 22 July 2023
- Rutinitas Baru - 19 June 2023
siapa Vir?
tilisan kakak ko keren2 sih…
bagus….
dedicated buat sapa…
suit-suit…