“Painting is the silence of thought and the music of sight” – Orhan Pamuk
Tahun lalu saya melihat ada Paket ‘Melukis Sendiri’ yang dijual di Gramedia. Paket itu terdiri dari kanvas yang sudah ada gambar dan nomor-nomornya, tiga buah kuas dan cat air yang juga sudah diberi nomor satu hingga dua puluh lima. Dengan metode penomoran yang kita lakukan sebenarnya hanyalah mewarnai kanvas sesuai dengan nomornya. Dinamakan melukis karena menggunakan kuas.
Proses mewarnai tersebut menyenangkan. Melatih saya yang biasanya melakukan segala sesuatu dengan terburu-buru untuk lebih tenang, lebih sabar. Lalu melihatnya membentuk sebuah lukisan ‘Kanal’ yang indah cukup mendebarkan hati ini. Seingat saya, saya tidak pernah menggunakan cat air sebelumnya. Ketika duduk di bangku sekolah saya lebih banyak menggunakan pensil warna, krayon dan spidol warna-warni. Mungkin sekali dua saya menggunakannya meminjam dari kakak saya (karena cat air termasuk barang mewah buat kami pada saat itu) untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Tapi hasil-hasil menggambar saya tidak pernah bagus dan berkesan. Itu sebabnya melakukan proses mewarnai ini merupakan hal baru buat saya.
Ketika saya berulang tahun di Februari, dua sahabat saya, Sharon dan Vera, memberi hadiah paket yang sama dengan kanvas yang lebih besar dan kompleksitas mewarnai yang lebih menantang. Area yang harus diwarnai lebih banyak dan kecil-kecil, memerlukan kelihaian bermain kuas yang lebih dan kesabaran tingkat tinggi. Tapi yang dihasilkan pun begitu memuaskan hati, cantik. Judulnya ‘Flower Market’.
Sisa-sisa cat air dari ‘Melukis Sendiri’ ini masih banyak dan saya simpan. Pernah juga saya gunakan untuk menutup rembesan air pada beberapa area di sebuah dinding yang bersisian dengan kamar mandi. Dan pernah pada sebuah akhir pekan, saya bermain kuas melukis botol-botol kosong yang ada di rumah.
Sekitar dua bulan lalu, ketika melihat ada satu buku gambar punya Kakilangit sedang menganggur (iya, Kakilangit sebenarnya jago gambar, dia pernah membuat komik sewaktu SD), saya kembali bermain-main dengan kuas. Dari melukis ‘Pelangi Cinta’ sebagai opini saya pada cinta di dunia, hingga saya mencoba melukis ‘Dinding Ruci’ yang saya tangkap dari tempat saya duduk. Ternyata proses bermain kuas yang tidak sekedar mewarnai ini lebih menyenangkan. Ada proses mencipta.
Iya, begitu menyenangkan membiarkan kuas-kuas menari sekehendak hati ketika saya mencoba melukis ‘A Piece of Maldives’. Ingatan saya terbawa pada kenangan akan lapisan warna hijau-biru-toska di laut Maladewa. Lalu di malam yang sama saya melukis ‘Bendera-bendera Doa di Nepal’ yang seketika menghadirkan langit biru nepal yang berhias dengan doa-doa yang ditulis pada bendera-bendera yang digantungkan dari satu kuil ke kuil lainnya di negeri ujung semesta sana.
Bulan Juli, ketika Mama saya berulang tahun, saya mencoba mengekspresikan ucapan selamat dengan lukisan ‘Kelopak Cinta Mama’. Iya, mama saya memang seperti bunga mawar merah yang memiliki kelopak berbentuk hati; cantik sekaligus penuh cinta kasih.
Melukis menjadi hobi baru buat saya. Ada saat ketika saya ingin mengekspresikan hujan, saya mencari gambar yang sesuai dengannya dari internet (karena saya masih belajar proporsi, beberapa kali saya masih harus mencari acuan), dan melukisnya dalam ‘Dance in The Rain’. Ada juga saat ketika di pagi hari saya bangun ketika matahari baru saja ke luar dari peraduannya, dan dengan bersemangat tinggi seperti bunga matahari, saya membuat kuas saya menari dan menerbitkan ‘Sunrise and Sunflowers’.
Kali lainnya, saya mencoba membingkai perjalanan #travelish saya dengan Kakilangit dalam lukisan. Inspirasinya tentunya petualangan kami dari satu tempat ke tempat lainnya. Roma ketika musim gugur dalam ‘Sahabat Berjuta Musim (1)’ atau Milan ketika musim salju dalam ‘Sahabat Berjuta Musim (2)’. Senja oranye di Maladewa yang bisa dinikmati dari atas pohon kelapa yang menjulang horizontal dalam ‘Menatap Senja Bersama; Kita’ atau potongan Pantai Penyusuk di Pulau Bangka yang berhiaskan kapal dan bendera merah putih dalam ‘Makna Merdeka’.
Lukisan-lukisan saya masih sangat sederhana, sesederhana saya mencintai ‘Secangkir Kopi’ di pagi hari. Saya masih belajar bagaimana bermain dengan kuas secara benar. Menurut saya, lukisan saya cukup fotogenik, cukup indah tampaknya di foto, tapi tidak rapih jika dilihat langsung, hehehe. Jadi, saran saya, jangan melihat lukisan saya dari telepon genggam berlayar lebar atau dari tablet, apalagi secara langsung, bisa kelihatan tidak rapihnya, hahaha.
Tapi seperti secangkir kopi yang bisa membuat hidup saya berwarna di sepanjang hari, bermain kuas memberikan warna baru buat saya. Sabtu saya pun juga jadi memiliki warna baru ketika dituangkan dalam ‘Oh Saturday’.
Dan yang membuat saya bahagia, ternyata bermain kuas tidak hanya mewarnai hari saya, tapi juga mewarnai hari orang lain. ‘Kebun Bunga Alila’ yang saya persembahkan untuk Indah, teman karib saya, dan ‘Summer Bliss’ yang saya persembahkan untuk kakak saya Virginia bisa memberi warna pada hari mereka.
Ketika hasil bermain kuas ini bisa memberi warna untuk hari-hari mereka, untuk keluarga dan teman-teman, hati ini menjadi begitu hangat.
*ungkapan ‘Bermain Kuas’ terinspirasi dari teman saya, sang storyteller yang juga suka melukis @twiras
- Tato - 28 February 2024
- Pandemi berakhir! - 22 July 2023
- Rutinitas Baru - 19 June 2023
Seneng deh baca posting an ini.. Banyak lukisan bagus-baguuuss. The painting you did for me really made my day, and I shared it “every where”! 😀 Thank youuu..
Sama-sama :*