Hari ke-3
Pagi – Pertunjukan Megah Himalaya
Pagi itu kami bangun ketika hari masih gelap, lebih awal dari sang mentari. Kami pun beranjak dari tempat tidur menuju ke atap hotel. Atap hotel di tempat kami menginap memang diperuntukkan untuk mereka yang senang berburu keindahan pagi hari, berbentuk teras yang dipagari selayaknya balkon besar dan dilengkapi kursi-kursi dan meja.
Kamar kami ada di lantai 2, atap hotel ada di lantai 6. Tidak ada lift, hanya tangga besar yang bersisian dengan kaca jendela. Ketika kami baru sampai di lantai 4, di kaca sudah terpampang pemandangan yang kami nantikan. Himalaya di balik awan yang masih kelabu. Langkah kaki-kaki kamipun semakin cepat.
Sesampainya kami di atap hotel, kami lupa bernafas untuk sepersekian detik, takjub. Pegunungan Himalaya begitu megah! Maha besar Tuhan!
Cukup lama kami di atas atap hotel. Dari matahari belum menampakan diri, awan kelabu lenyap dan menghadirkan perhelatan pertunjukkan maha megah Pegunungan Himalaya, terbitnya matahari yang sinarnya datang diiringi kicauan burung, hingga awan kembali datang seperti layar putih yang menutup pementasan pagi.
Siang – Pendakian ke Pagoda Perdamaian Dunia
Setelah kami mengisi perut kami dengan sarapan roti telur dan tentunya kopi, kami mandi dan bersiap-siap. Tujuan kami siang itu adalah trekking, melakukan pendakian ke Bukit Ananda. Berbekal air mineral, jus jeruk dalam kemasan kotak kecil, dan coklat batangan, kami berangkat.
Untuk menuju ke bukit Ananda dari hotel kami menginap di tepian danau, kami harus menyewa perahu untuk sampai di bawah bukit. Kami sempat singgah sebentar di pulau kecil, tempat Taal Barahi Temple berada.
Hanya sekitar lima belas menit lamanya perjalanan perahu kami menyebrangi Danau Phewa, dan dimulailah pendakian kecil kami. Tangga-tangga yang terjal dan jalan-jalan yang menanjak dan meliuk-liuk seakan ingin menggoda kami yang tidak rajin berolahraga dan sudah renta ini. Fiuh! Entah berapa sering kami berhenti sejenak dan pura-pura menikmati keindahan danau dari atas yang bisa kami nikmati di sela-sela perjalanan.
Sebenarnya ketinggian Bukit Ananda ini hanya 1100 dpl. Namun kami menempuhnya dalam waktu 1 jam untuk ke puncaknya. Sementara itu, tersebutlah traveler dari Spanyol yang cepat sekali berjalan meski kakinya sedang luka-luka dan hanya menggunakan sandal tipis hotel. Selidik punya selidik, dia rupanya sudah terlatih. Paru-parunya besar dan dia baru saja pulang dari pendakian ke Puncak Annapurna. Jiwa kompetitif kami yang tak beralasan itu pun lega dibuatnya.
Sampai! Di puncak Bukit Ananda ada World Peace Pagoda, Pagoda Perdamaian Dunia. Kami bangga terhadap kaki-kaki kami.
Pemandangan Danau Phewa dan kota Pokhara dari atas ketinggian Bukit Ananda juga tidak mungkin lepas dari kedipan mata dan lensa kamera yang merekam.
Devi’s Fall
Kami tidak melewati jalur yang sama ketika menuruni Bukit Ananda. Kami tidak lagi turun ke arah Danau Phewa, namun turun ke tempat Devi’s Fall berada. Jalurnya jauh lebih landai. Devi’s Fall juga terletak di sisi perbatasan kota dengan Bukit Ananda, bukan tengah-tengah bukit seperti yang kami bayangkan.
Banyak yang salah kaprah tentang Devi’s Fall ini. Banyak yang menyebutnya Air terjun David atau David Waterfall. Padahal namanya adalah Devi’s Fall, dan artinya benar-benar tempat Devi jatuh. Tempat wisata ini dibuat untuk mengenang Devi yang jatuh. Ah, sebenarnya sedih mengetahui bahwa ada yang jatuh di derasnya air terjun hingga meninggal tak tertolong.
Sore hingga Malam – Pijat Ayuverdic dan Steak Everest
Ketika kaki-kaki lelah dan badan remuk redam, pijat adalah surga. Meski pijat di Nepal ini terbilang mahal harganya, namun mari kita tetap laksanakan. Lagipula, Pijat Ayuverdic, pijat khas Nepal sangatlah menggoda dicoba.
Olah raga aktif (trekking) ditutup dengan olah raga pasif (pijat). Pendakian panjang yang mengeluarkan begitu banyak kalori haruslah juga ditutup dengan asupan kalori yang lebih banyak lagi. Demikianlah keseimbangan harus tetap dijaga. Hehehe.
Pilihan kami jatuh pada Steak Everest. Steak enak dengan harga sekitar 40 ribu rupiah saja sungguh enak tiada tara, cocok untuk menutup hari ketiga kami di Pokhara.
Kapan libur (lagi ya)? 🙂
- Tato - 28 February 2024
- Pandemi berakhir! - 22 July 2023
- Rutinitas Baru - 19 June 2023